PENGGUSURAN LANTING, KEBIJAKAN YANG MEMBUNUH KEARIFAN LOKAL ATAUKAH KEBIJIKAN YANG ARIF



Tahun 2006 jumlah penduduk Kota Banjarmasin adalah 602.725 jiwa, yang terdiri dari 154,527 kepala keluarga (KK) yang tersebar di 5 (lima) kecamatan atau 50 (lima puluh) kelurahan dengan kepadatan penduduk sekitar 84 jiwa/ha dan pertumbuhan penduduk 4,96 persen. Berdasarkan data kependudukan tersebut dan jika perkiraan setiap orang dalam sehari menghasilkan 0,5 kilogram limbah tinja per hari, maka total produksinya sekitar 301 ton per hari. Jumlah ini belum termasuk limbah domestik lain seperti buangan dapur, cucian dan kamar mandi. Sedangkan diperkirakan hanya 60% warga Banjarmasin yang menggunakan cubluk sebagai pengolahan tinja, sedangkan 40% lainnya tidak dikelola/sembarangan (SSK Kota Banjarmasin,2008). Dan sebagian besar dari 40% tersebut adalah masyarakat yang menggunakan lanting atau jamban terapung.
Dalam SSK Kabupaten Banjar Tahun 2010-2014 disebutkan bahwa umumnya masyarakat membuang limbah tinja (black water) langsung ke sungai menggunakan jamban terapung. Padahal dari 2800 buah jamban terapung (lanting) berjejer sepanjang sungai Martapura dari Kota Banjarmasin hingga Kabupaten Banjar serta sebagian Batola (Anonim, 2014) dan masih terdapat banyak daerah lain yang masih menggunakan lanting. Apabila kondisi seperti ini tidak mendapat perhatian, maka lingkungan dan sungai yang ada akan tercemar karena air limbah domestik sebagian besar dibuang di sungai dan ke kolong dibawah rumah.
Untuk menanggulangi masalah buangan air limbah dari jamban terapung ini kemudian bupati Kabupaten Banjar mengeluarkan instruksi pelarangan penggunaan jamban terapung di bantaran sungai, yang dalam prosesnya masih belum dipatuhi oleh masyarakat Banjar (SSK Kabupaten Banjar Th 2010-2014). Padahal keberadaan jamban terapung ini sudah sangat lekat dengan kehidupan masyarakat Banjar yang hidup dengan sungai. Jamban terapung (lanting/batang) biasanya berderet di sepanjang sungai tertambat pada rumah panggung dan rumah lanting yang menjadi ciri khas suku Banjar (Raditya,-). Keunikan dan kekentalan jamban terapung ini dengan suku Banjar seharusnya menjadi daya tarik tersendiri akan sungai martapura dan menjadi identitas yang jelas bagi hubungan antara masyarakat Banjar dengan sungai, sehingga tidak seharusnya jamban terapung ini dihilangkan.

Sumber :
banjarmasin.html diakses tanggal 15 April 2016 pukul 01.00
Pemkot Banjarmasin. 2008. Draft Dokumen Strategi Sanitasi Kota (Ssk) Kota
Banjarmasin Tahun 2008. Pemkot Banjarmasin : Kota Banjarmasin

Komentar

Postingan populer dari blog ini

LANTING BUKTI BUDAYA SUNGAI DI PINGGIR SUNGAI MARTAPURA

FENOMENA INDONESIAN REPORTING COMMISSION (IReC), MUHAMMAD SALIM DAN KEGERAMAN GRUP SHITPOST INTERNASIONAL

POTENSI PENELITIAN TANAMAN DI LAHAN BASAH HUTAN RAWA GAMBUT