LANTING BUKTI BUDAYA SUNGAI DI PINGGIR SUNGAI MARTAPURA
Sejak jaman dahulu masyarakat Banjar sudah hidup
sangat dekat dengan sungai. Sebagian besar aktivitas dan pemukiman masyarakat
Banjar berkembang di sekitar sungai dengan karakteristik rumah mengapung, atau
sering disebut rumah Lamin dan rumah Panggung, yang berderet di atas tepi
sungai. Penduduk yang bermukim sepanjang aliran sungai memanfaatkan sungai
sebagai jalur transortasi, jual beli, tempat mencari nafkah hingga MCK.
Kegiatan MCK ini dilakukan masyarakat di atas bangunan semi-permanent yang
mengapung dan disebut lanting atau batang (Raditya,-).
Lanting atau batang adalah sejenis rakit yang
terbuat dari kayu yang berfungsi sebagai tempat MCK serta sebagai dermaga
menambatkan jukung (Raditya, -).
Lanting diapungkan di atas sungai dengan menggunakan tumpukan bambu ataupun
balok kayu yang di satukan dan ditambatkan pada rumah-rumah masyarakat. Umumnya
pada lanting terdapat dua bagian utama yaitu tempat mandi dan mencuci dan
tempat buang hajat. Bagian tempat mandi dan mencuci berada dibagian depan
lanting berupa getek dengan panjang kurang lebih 2 m dan lebar 1.60 m.
Sedangkan bagian kedua yaitu tempat buang hajat atau jamban berada di belakang
mengikuti aliran sungai. Jamban pada bagian ini hanya berupa bangunan
semi-permanent setinggi kurang lebih 1.80 m dengan panjang kurang lebih 80 cm
dan lebar 1.20 m dan dilengkapi atap. Sebagian besar jamban pada lanting tidak
menggunakan kloset serta pengolahan limbah dan hanya berupa lubang pembuangan
yang mengarah ke sungai. Saat ini lanting dianggap ikut berperan atas jumlah
bakteri E-Coli yang tinggi di lingkungan berpenduduk padat di sungai Martapura
(Anonim, 2014).
Saat ini keberadaan lanting tengah terancam oleh aturan pemerintah dalam usaha penertiban lanting. Lanting dianggap bertanggung jawab atas tingginya kadar e-coli di beberapa daerah di kawasan Kalimantan Selatan. Tuduhan ini disebabkan oleh konstruksi jamban lanting yang tidak memiliki pengolahan limbah. Semoga suatu hari akan ada cara untuk tetap menjaga sanitasi sungai tanpa harus menghancurkan kearifan budaya lokal Banjar ini.
Sumber : Raditya PU. WATERFRONT CITY, BANJARMASIN (Sebuah Upaya Inovatif
Pengembalian Citra Kota). Bappeda Banjarmasin : Banjarmasin
Saat ini keberadaan lanting tengah terancam oleh aturan pemerintah dalam usaha penertiban lanting. Lanting dianggap bertanggung jawab atas tingginya kadar e-coli di beberapa daerah di kawasan Kalimantan Selatan. Tuduhan ini disebabkan oleh konstruksi jamban lanting yang tidak memiliki pengolahan limbah. Semoga suatu hari akan ada cara untuk tetap menjaga sanitasi sungai tanpa harus menghancurkan kearifan budaya lokal Banjar ini.
Sumber : Raditya PU. WATERFRONT CITY, BANJARMASIN (Sebuah Upaya Inovatif
Pengembalian Citra Kota). Bappeda Banjarmasin : Banjarmasin
http://www.mediakalimantan.com/artikel-886-jamban-terapung-jadi-masalah-banjarmasin.html
diakses tanggal 15 April 2016 pukul 01.00
Komentar
Posting Komentar